Tafsir Surat Al-Fatihah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

(QS.Al Fatihah[1]:1)

English: In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful.

 

Para sahabat Rasul dan orang-orang yang mengikutinya, telah sepakat menetapkan “Basmalah” pada permulaan masing-masing surat dalam Al Qur’an, kecuali surat Baraa’ah. Khusus pada Surat Al Fatihah ini, maka Basmalah termasuk salah satu dari ayatnya. Allah SWT memulai pembukaan Al Qur’an dengan Basmalah, untuk mendidik dan mengajari para hamba-Nya membaca Basmalah bila hendak memulai suatu pekerjaan baik yang perlu mendapat perhatian. Daya upaya (kodrat) dengan mana manusia mampu berbuat, pada hakikatnya adalah karunia Allah. Manusia tidak akan mampu berbuat apa-apa bila Allah tidak mengaruniakan kodrat kepadanya. Oleh karena itu, bila manusia hendak berbuat sesuatu dengan kodratnya, seyogyanyalah ia memulainya dengan nama Allah, yakni Dzat yang mengaruniakan kodrat itu kepadanya.

Maka niatkan dengannya mencari berkah untuk permulaan membaca firman Allah SWT. Yang Maha Suci. Dan fahamilah maknanya bahwa seluruh urusan itu dengan Allah SWT. Dan kalau seluruh urusan itu dengan Allah SWT., maka pasti:

 

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين

“َSegala puji milik Allah Tuhan semesta alam”.

(QS.Al Fatihah[1]:2)

English: All praise is due to Allah, the Lord of the Worlds.

Syukur itu milik Allah SWT,  sebab semua nikmat itu berasal dari-Nya. Dan barang siapa berpendapat bahwa nikmat itu dari selain Allah SWT atau syukurnya ia maksudkan untuk selain-Nya, bukan dikuasakan oleh-Nya, maka pembacaan Basmalah dan Hamdalah terdapat kekurangan dengan seukur menolehnya kepada selain Allah SWT.
الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

 (QS.Al Fatihah[1]:3)

English: The Beneficent, the Merciful.

Maka hadirkanlah di dalam hati kita seluruh belas kasih-Nya agar jelas rahmat-Nya yang diberikan kepada kita, sehingga terbangkitlah rasa harap (raja’) karena-Nya. Kemudian kobarkanlah dari hati kita pengagungan dan takut dengan ucapan:

 

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

“Yang menguasai Hari Pembalasan (kiamat)”.

(QS.Al Fatihah[1]:4)

English: Master of the Day of Judgment.

Adapun keagungan, maka tiada yang memilikinya kecuali hanya Allah SWT. Dan adanya rasa takut, karena mara bahaya dan kekhawatiran di Hari Pembalasan dan Hisab, dimana Dialah Penguasanya. Kemudian perbaruilah keikhlasan dengan ucapan:

 

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau pula kami memohon pertolongan”.

 (QS.Al Fatihah[1]:5)

English: Thee do we serve and Thee do we beseech for help.

Dan yakinkanlah bahwasanya ketaatan kita tidak mudah diwujudkan kecuali dengan pertolongan-Nya dan Dia mempunyai anugerah,  sebab Allah SWT telah memberi kita taufik untuk taat kepada-Nya, dijadikan diri kita berhidmah untuk beribadah kepada-Nya. Dan Dia telah menjadikan diri kita ahli bermunajat kepada-Nya: Seandainya Dia menghalangi kita dari taufik-Nya, maka termasuk golongan orang-orang yang dijauhkan dari rahmat bersama dengan syetan yang terkutuk.

 

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ

“Tunjukilah kami menuju jalan yang lurus”.

(QS.Al Fatihah[1]:6)

English: Keep us on the right path.

Hidayah secara harfiah, berarti petunjuk yang dapat menyampaikan orang kepada yang dituju. Hidayah yang dimaksud di sini, ialah petunjuk Allah. Hidayah Allah kepada manusia antara lain sebagai berikut:

 

Hidayah Ilham:

Hidayah ilham ini sudah ada pada anak-anak sejak ia mulai dilahirkan. Bilamana ia ingat akan kebutuhannya (makanan misalnya), seketika itu juga ia menangis meminta makanan itu.

 

Hidayah Panca Indera.

Hidayah panca indera dan Hidayah ilham keduanya sama ada pada manusia dan hewan. Bahkan pada hewan lebih peka, jika dibandingkan dengan manusia, sebab ilham dan panca indera pada hewan sedikit sempurna setelah ia dilahirkan. Sedangkan pada manusia datangnya berangsur-angsur tahap demi tahap.

 

Hidayah Akal.

Hidayah akal ini lebih tinggi fungsinya dari hidayah ilham dan panca indera, sebab manusia diciptakan untuk hidup bersama dan bergaul dengan yang lain. Untuk kehidupan kehidupan semacam itu, tidak cukup hanya mengandalkan ilham dan panca indera saja, tapi ia memerlukan Hidayah akal. Akal dapat membetulkan kekeliruan-kekeliruan yang mungkin terjadi pada panca indera. Misalnya kekeliruan indera perasa pada orang yang menderita penyakit kuning.

 

Hidayah Agama dan Syari’at.

Hidayah agama ini, adalah nilai-nilai yang wajib dipunyai oleh orang yang akalnya sudah diperbudak oleh hawa nafsunya, sehinga ia tenggelam dalam kesenangan materi dan syahwati. Dalam kenyataannya manusia memang gemar menikmati kenikmatan duniawi yang tidak terbatas, tidak mau berhenti pada salah satu titik karena tidak dikehendaki oleh hawa nafsunya. Bahkan dibawah dorongan hawa nafsunya itu ia mempersiapkan dirinya untuk mencapai puncak kegemaran dan keinginan yang lebih sempurna lagi. Sehingga apabila ia telah mendapatkan sebuah bukit dari emas (misalnya), keinginannya tidak akan berakhir sampai disitu, sebab ia menginginkan sebuah (lebih banyak) lagi bukit emas. Tapi bila akal telah mampu mengalahkan hawa nafsu, semakin nyata bagi manusia mana yang bernama kejahatan yang berakibat buruk; baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, dan mana pula yang bernama kebaikan yang bermanfa’at bagi dirinya dan masyarakat lingkungannya. Tuhan telah memberikan ilham kepada akal dan perasaan kepada ruh, bahwa kehidupan manusia yang tidak seberapa lama di dunia ini, bukanlah akhir dari kehidupannya yang hakiki. Sebab masih ada baginya kehidupan yang kedua setelah berakhirnya kehidupan yang pertama. Berpisahnya ruh dengan jasad sebagai akhir dari kehidupan yang pertama itu, tak ubahnya dengan burung yang terbang meninggalkan sangkarnya untuk kemudian hidup di alam lain dalam kehidupan babak terakhir yang sifatnya kekal dan abadi. Pada kehidupan yang kedua itu bagi manusia hanya ada salah satu dari dua kemungkinan: Hidup Bahagia dengan segala kenikmatannya, atau Hidup sengsara dengan segala macam siksa yang tidak terpikirkan. Sedangkan kemungkinan yang ketiga tidak ada. Di bagian lain akal dan pikiran kita belum dapat mencapai apa-apa yang terjadi di alam ghaib, sebab belum ada bukti-bukti yang dapat menuntun kita untuk mengetahuinya. Perasaan itulah yang merangsang ruh untuk merasakan kehidupan yang kekal dan abadi dan menyenangkan keadaannya bila ia telah sampai kesana. Yang menjadi persoalan baginya sekarang, ialah bagaimana caranya untuk mendapatkan petunjuk serta jalan mana yang harus ditempuh untuk memungkinkan ia sampai kesana, sedangkan kehidupan akherat yang dicari-cari itu adalah sesuatu yang ghaib, sedang dalilnya amat sukar sekali karena belum ada sesuatu sistim berpikir yang dapat menyampaikan seseorang untuk mengetahui bentuk-bentuk kebahagiaan maupun kesengsaraan yang akan ditemuinya dalam kehidupan akherat itu, tanpa diberikan kepadanya Hidayah yang dapat menembus rintangan guna menyingkapkan tabir dari kehidupan akhirat dan menerangkan situasi yang akan dialaminya setelah ruh berpisah dari jasadnya. Andaikan ada seseorang dengan ilmu dan akalnya hendak mencoba-coba membuat riset ilmiah sehubungan dengan kehidupan akherat itu, maka usahanya tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Sebab hari akhirat itu akan diawali dengan kiamat, suatu malapetaka yang amat dahsyat dimana alam dunia dan tata surya akan binasa seluruhnya, sedang si pembuat riset akan terlibat langsung dalam kehancuran itu sebelum usahanya dimulai. Demikian sulitnya rahasia alam akhirat itu diselami, demikian sulitnya untuk diraba dan diterka, sehingga kita selalu dihadapkan kepada kebingungan. Dengan tidak adanya Hidayah agama dan syari’at, maka kebingungan itu akan berkembang terus menerus, sedang akal dan kecerdasan akan sia-sia seolah-olah tidak ada gunanya. Maka jelaslah betapa manusia membutuhkan Hidayah agama dan syari’at untuk melenyapkan kegelapan yang menutup akal  sehat mereka. Bukan itu saja! Di samping beberapa Hidayah yang telah disebutkan terdahulu, ada satu Hidayah lagi. Hidayah itu ialah taufiq dari pada Allah untuk dapat berjalan di atas jalan yang lurus. Jalan yang lurus itulah yang diperintahkan Allah kepada kita supaya dicari. Cara mencarinya ialah dengan jalan meminta langsung kepada Allah tanpa perantaraan apa dan bagaimanapun, supaya kita diberi pertolongan yang dapat menolong kita untuk tidak terjerumus ke dalam jurang kesesatan. Penganugerahan Hidayah taufik ini khusus wewenang Allah, tidak diserahkan kepada siapapun, walaupun Rasul SAW sendiri. Adapun Hidayah dengan pengertian: Memberi petunjuk kepada Jalan yang Lurus serta menjelaskan akibatnya berupa kebahagiaan, keberuntungan dan kemenangan, dan memberi pengertian supaya jangan menempuh jalan kesesatan serta menerangkan akibatnya berupa kesengsaraan dan siksaan, inilah perkara yang termasuk karunia Allah dalam batas-batas karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya. Dan ini pulalah tugas risalah yang dibebankan kepada Rasul SAW. Untuk disampaikan. Setelah tugas itu disampaikan kepada manusia, terserah kepada manusianya; mau menerima silakan, mau menolak terserah. Sebab apakah orang akan mendapat Hidayah atau tidak, itu bukan urusan Muhammad, tapi wewenang Allah. Maka Jalan yang Lurus merupakan jumlah dari suatu sistim terpadu yang terdiri dari akidah, hukum-hukum, adab dan susila, syariat agama misalnya ilmu yang sah tentang Allah dan kenabian, keadaan Alam, dan tata pergaulan umum, yang mampu menyampaikan orang kepada kebahagiaan dunia dan akherat. Allah telah mengajarkan kepada kita pada ayat ini supaya meminta Hidayah taufiq langsung kepada-Nya, yang akan menolong kita mananggulangi pengaruh buruk dari hawa nafsu dan keinginan syahwati dan mengorbankan seluruh kemampuan untuk mengenal hukum-hukum syariat dan membebani diri kita agar selalu berjalan di atas sunah Allah dan Rasul supaya kita berhasil memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

“yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”

(QS.Al Fatihah[1]:7)

English: The path of those upon whom Thou hast bestowed favors. Not (the path) of those upon whom Thy wrath is brought down, nor of those who go astray.

Yang menuntun kami ke sisi-Mu dan menyampaikan kami menuju ridha-Mu. Dan tambahkanlah dengan kelapangan, perincian, penguatan dan penyaksian atas orang-orang yang telah menerima limpahan nikmat petunjuk; yaitu para nabi, orang yang sangat jujur, orang yang mati syahid dan orang shalih, bukan orang-orang yang mendapat murka, yaitu orang-orang kafir, orang-orang yang menyimpang, Yahudi dan Nasrani, dan orang-orang yang membelot dari agama Islam.

 

Leave a comment